Friday, July 15, 2016

Jodoh Pasti Bertemu


Ini pertama kalinya aku buat cerpen, mungkin kurang bagus, mohon dimaklumi. Anggap saja ini kisah imajinasi yang semoga saja bisa menginspirasi.

Perkenalkan, nama ku Randy. Aku dulunya merupakan mahasiswa dari salah satu universitas yang berada dibagian paling barat dari nusantara. Hari-hariku selalu diisi dengan kuliah dan diselingi dengan berkarya. Hari-hariku berlalu secara monoton seperti biasanya, hingga akhirnya aku mulai menyadari kehadirannya, si gadis pembawa cinta..

“Kriing...kring..kriing..” alarm berbunyi, menandakan hari sudah menjelang pagi. Seperti biasa, aku harus cepat bangun menuju kekamar mandi untuk bersuci, karena tiada hal yang wajib dilakukan sebelum melakukan rutinitas, selain solat subuh..

“aduuh... kambeng nih pintu!”, aku menggerutu karena kejedot pintu kamar mandi.

Kumulai masuk kekamar mandi, berwudhu dan kembali kekamar lagi untuk menunaikan solat subuh.

selamat pagi dunia, tolong persiapkan kejutan yang luar biasa untukku hari ini”. kataku sambil bercermin dengan ekspresi menaikkan alis sebelah kanan.

Jam menunjukkan pukul 06.30 pagi, yang membuatku merasa digiring untuk sekali lagi kekamar mandi untuk membersihkan diri, yang kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan diri untuk kuliah masuk pagi.

“buku? Cek!, pulpen? Cek!, pensil? Cek!” ,aku memastikan semua perlengkapan berada didalam tas.

 Pukul 07.45 aku pergi kekampus dengan sepeda motor kesayanganku.
Sesampainya aku dikampus, tanpa sengaja aku disambut oleh gadis yang gak asing wajahnya, yang pandangannya sedang tertuju kepadaku. Aku hanya tersenyum kearahnya tanpa menyapa.
Tanpa basa-basi aku terus melangkahkan kakiku menuju ke ruang kelas.

“wooi, aku ada film baru nih. Aku belum nonton, tapi kayaknya seru. Pulang dari kampus nonton bareng kita ok”. Aku bersemangat mengajak teman-temanku

“iya? Yauda nanti keluar ini kita nonton”, sambut Hardi dengan antusias

“yauda boleh, nanti aku ke kosmu”, Munir ikutan antusias.

Perkuliahan berlanjut hingga selesai, kami bertiga melanjutkan kegiatan seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, yaitu menonton film bareng di kosku.

"Mana laptop? Cepat, cepat, cepat idupin”, Hardi uda gak sabar mau nonton.

coba kau ambilkan charger itu, abis batrenya ni”, perintahku dengan sigap.

“Nah ini”, Hardi melemparkan charger kearah ku.

Filmpun diputar, disela-sela menonton, pikiranku tiba-tiba teralihkan oleh sosok gadis yang kujumpai pagi tadi. Senyumnya seolah-olah ingin selalu menetap dipikiranku.

“eh si Nina, gimana menurut kalian?”, aku bertanya kepada mereka.

“Nina mana?”, Munir kembali bertanya.

“Nina angkatan kitalah, kampret!!”, jawabku tegas.

“oh si Nina, kau suka sama dia?”, tanya Munir lagi.

“ntah, gak tau aku. Diakan orangnya baik, manis. Mungkin cocok juga sama aku yang manis dan baik ini”

“hahaha muka kaya gini kau bilang manis?, sama kambing dibedaki aja masih kalah kau”, sambung Hardi sambil tertawa

“hahaha setanlah. Aku serius ni, gimana dia menurutmu di?”, tanyaku pada Hardi.

“baik orangnya memang, kalo kau suka ya dekatilah. Nanti biar kami uruskan”, jawab Hardi

“iya, kalo kau sama dia kami setuju aja”, tambah si Munir

“tapi kayaknya, aku bukan satu-satunya yang mikir gitu. Kalo ada cewek yang kayak gitu, pasti selalu ada cowok-cowok bajingan yg goda-goda dia, nanti takutnya aku dianggap dia termasuk kedalam kategori cowok-cowok yang kayak gitu, apalagi aku orangnya gini, aku serius aja kadang dianggap becanda, belum lagi ditambah kemungkinan kalo dia uda punya cowok”, kataku  sedikit pesimis

“ya makanya, kau dekati dulu. Cari tau dulu tentang dia, baru kau nanti perlahan masuk”, tegas Munir

“iya, kau belum mulai aja uda pesimis. Optimislah jadi orang”, Hardi menambahkan.

“yauda, nanti aku coba dekatilah”, aku menjawab dengan sedikit ragu

Aku mulai berpikir, bagaimana cara aku harus memulai suatu percakapan dengannya. Hingga tiba keesokan harinya dikampus.

“Ndy, itu ada Nina. Kupanggil ya?”, tanya Hardi padaku

“yauda, kau panggil aja”, kataku pada Hardi bersemangat.

“Hai Nina”, Hardi memulai aksinya.

“hai”, jawab Nina sambil tersenyum.

“Nina lagi kosong kan?”

“apanya?”, Nina bingung

“hatinyalah”

“ahahaha iya nih”, jawab Nina dengan nada bercanda

“oh berarti samalah sama si randy”, Hardi melirikku.

Aku hanya bisa memandangnya sambil tersenyum dengan ekspresi bodoh.

“jaga hati ya ndy, jangan nakal-nakal”, kata Nina sambil tersenyum kearahku.

Aku gak tau apa yang ada dipikiranku, tanpa sadar aku hanya bisa berkata

“iya Nina, hatiku ini hanya untuk Nina kok”, jawabku dengan semangat.

“syyeeeeeeeeeh”, sambut Hardi dengan ekspresi gilanya.

Nina hanya tersenyum, kemudian pergi bersama teman-temannya.

“kau liat itu, baek kan aku?”, tanya Hardi dengan ekspresi ingin diakui.

“hahaha iya iya, bagus itu. Sering-sering aja kau gitu”, jawabku sambil tertawa.

Waktu terus berlalu, hari berganti hari tanpa ada henti. Aku masih dengan keadaan yang sama, yaitu menyukainya dalam diam. Hingga akhirnya aku memberanikan diri, membuang rasa pengecutku untuk mulai mendekati dia lewat sosial media.

“Nina, uda selesai tugas manajemen?”, aku bertanya lewat bbm

“Bling”, bunyi hp menandakan pesan masuk. Dengan sigap kubaca isinya

“belum nih ndy hehe, kau uda?”

“yaah samalah berarti. Kirain uda”

“hahaha lagi belum pas aja nih untuk ngerjain tugas”

 “oh iya? Aku juga gitu soalnya hahaha”

“ih ikut2an aja”

“nggak yaa. Ini memang benar adanya hahaha”

Semakin hari aku semakin sering chatting dengannya, tentu saja dimulai dengan alasan2 yang setiap hari berbeda. Semakin lama semakin kudekati, dan aku mulai yakin jika dia mulai memiliki rasa yang sama seperti yg kurasa, yaitu rasa cinta. Akhirnya, kuputuskan untuk mengutarakan niat baikku, karena dia gadis yang baik, maka harus kujaga dia dengan cara yang baik pula, yaitu mengajaknya untuk saling menjaga perasaan hingga nantinya aku siap untuk menghalalkannya.

“Nina, lagi apa nih?”, tanyaku lewat bbm.

“ini lagi nonton tv, kau ndy?”, jawabnya

“ooh kalo aku lagi duduk2 aja nih. Oh iya Nina, aku mau kasih tau yang sebenarnya. Aku sungguh-sungguh sama Nina, aku sayang Nina, aku cinta Nina. Mungkin selama ini aku keliatan bercanda, tapi kalo masalah cinta dan perasaan aku gak bisa becanda. Lagian, aku lakuin itu juga, agar Nina bisa ketawa bahagia, walaupun resikonya cintaku malah dianggap sebagai candaan.

Aku gak nanyakan Nina untuk jadi pacarku karena 2 alasan. Alasan pertama, karena takut ditolak dan memang mungkin bakalan ditolak. Kedua, aku gak mau kalo Nina hanya kujadikan tempat untuk mendapatkan status pacaran tanpa kejelasan.

Aku maunya, kita saling menjaga hati, hingga nanti akhirnya Allah memberikan aku kesiapan untuk menghalakan Nina, itupun kalo Nina mau.

Kalo aku uda berjanji seperti ini, aku gak bakalan ingkar. Karena ini masalah hati dan perasaan, aku gak akan menyakiti, karena aku tau rasanya disakiti. Tapi, jika Nina merasa berat akan tanggung jawab ini, dan gak mau. Mungkin aku sendiri nantinya yang akan bertahan menjaga hatiku ini untuk Nina, mungkin itulah yang dikatakan tulus mencinta.

Jika Nina ingin berpacaran dengan siapa aja, yauda gak apa2. Walaupun itu akan menyakitkan hatiku nantinya. Mungkin terdengar naif, jika kukatakan aku bahagia jika melihat Nina bahagia, walaupun itu bukan bersamaku, tapi memang itulah kenyataannya.

Aku harap Nina pertimbangkan ini, karena keputusan Nina menetukan suasana hatiku nantinya. Sekali lagi aku katakan, aku sayang Nina”.

Beberapa menit kemudian, pesan balasan pun datang

“Dari sisi mana kamu bisa sayang samaku?, dari sisi mana spesialnya aku?. Untuk sekarang kita seperti ini aja dulu, untuk kedepannya, kita liat aja cerita yang Allah siapkan untuk kita. Untuk sekarang biarkan aku bermain dengan duniaku, dan kamu bermain dengan duniamu. Banyak kisah yg seperti kita ini, awalnya hanya sebatas teman dan kemudian bersatu di pelaminan”.

“jika ditanya dari sisi mana bisa sayang, terus terang aku gak tau jawabannya. Karena rasa sayang  timbul dengan sendirinya. Yang spesial dari Nina ialah, cara bicara Nina yang selalu nyambung jika diajak ngobrol, dan ditambah senyum manis Nina yang selalu membuatku terpana. Mungkin dari itu semua, timbul rasa tidak ingin melepaskan. Yauda, itu keputusan Nina aku harus hargai, karena aku juga gak mau pacaran. Terus terang aku belum pernah baca kisah seperti itu, tapi aku yakin cerita itu punya ending yang bagus. Insya Allah bakalan terjadi juga sama kita” , jawabku terus terang.

“Yauda, sekarang kita berteman aja dulu, mungkin kedepannya bisa jadi teman hidup. Walaupun gitu, kita tetap kaya gini ya, tetap becanda bareng, jangan tiba2 berubah jadi pendiem. Jadi, apakah kau masih mau memperjuangkan orang yang saat ini masih senang dengan dunianya?”, balasnya seakan memberiku harapan.

“iya, aku pasti ga akan berubah. Dan terus terang, aku masih mau berjuang untuk orang yang kucinta dan ku sayang”, jawabku dengan penuh semangat.

Dimulai dari kejadian itu, semakin hari kami semakin dekat. Tanpa terasa, waktu sudah berjalan begitu lama, kami tetaplah berteman biasa. Aku bisa dekat dengan siapa saja, begitu juga sebaliknya. Walaupun hanya sebatas teman, tapi anggapan hatiku lebih dari teman, dan harapanku padanya begitu besar. Sempat tersiar kabar bahwa dia memiliki pacar, walaupun aku sedikit kecewa tapi tak apa. Karena menurutku, pada akhirnya hanya akan ada teman hidup, bukan pacar hidup..

Tepat pada waktunya, kami akan dipisahkan oleh yang namanya wisuda. Semua orang terlihat sangat bahagia mungkin juga termasuk si Nina, karena sudah merasa terlepas dari belenggu kuliah. Aku hanya bisa cukup berbahagia tanpa kata sangat, karena kata sangat itu sudah melekat pada dirinya yang sebentar lagi akan terpisah.

“Nina!!”, aku berteriak memanggil Nina sembari menghampirinya.

“iya ndy”, jawabnya lembut.

“kenalin, ini ayahku, ini emakku.”, aku memperkenalkan orangtua ku.

“Nina, pak, buk”, Nina memperkenalkan diri sambil mencium tangan kedua orangtuaku.

“Yah, mak ini yang namanya Nina”, aku berkata ke orangtuaku sembari menunjukkan Nina ke mereka.

“oh ini yang namanya Nina. Manis orangnya ya”, kata emak

Nina tersenyum dengan senyuman khas nya.

“Orang tuanya mana?”, tanya ayahku ke Nina.

“iya Nina, mana mereka?”, lanjutku manambahi.

“mereka disana lagi ngobrol sama orang tua lainnya”, jawab Nina sambil menunjuk ke arah orangtuanya berada.

“oh yauda yok kita kesana, yok mak, yah kita kesana”, ajakku.

Aku dan keluargaku diperkenalkan dengan keluarganya. Dengan sekejap keluargaku dan keluarganya terlihat akrab. Aku juga merasa bahagia melihat momen tersebut, harapanku saat itu ialah “semoga rasa kekeluargaan ini akan terasa untuk selamanya. Keluargaku dan keluargamu menyatu, dan kitalah pemersatunya”. Tiba-tiba saja harapan besarku itu tergoyahkan dikarenakan sambutan hangat Nina kepada Putra, yang tak lain ialah pacarnya Nina. Ternyata kabar yang selama ini kudengar itu benar.

“semuanya, perkenalkan ini Putra. Dia pacar Nina”, Nina memperkenalkan pacarnya.

“Putra”, pacarnya memperkenalkan diri sambil menjabat tanganku.

“Randy”, jawabku dengan menggenggam erat tangannya.

Kami bercengkrama seolah-olah kami berteman sudah lama. Tertawa bersama, seakan aku bahagia.. Sebenarnya aku sangat berduka dan kecewa, tapi setelah melihat senyumnya Nina, aku langsung teringat akan perkataanku yang lalu, yaitu “Mungkin terdengar naif, jika kukatakan aku bahagia jika melihat Nina bahagia, walaupun itu bukan bersamaku, tapi memang itulah kenyataannya”. Seketika saja, aku mencoba membuang jauh rasa dukaku.

Saat itu aku mulai putus asa, katanya “cinta mampu menguatkan hati”. Tapi yang kurasakan saat itu, hatiku benar-benar rapuh dan hancur. Katanya “cinta mampu membesarkan pengharapan”, nyatanya harapanku saat itu benar-benar memudar.

Mulai dari situ juga, kami tidak pernah berkomunikasi lagi. Aku menjauhkan diri darinya dengan cara menghapus semua kontaknya. Karena saat itu, aku merasa bahwa dia sudah mendapatkan kebahagiaannya, dan kebahagiaannya itu bukanlah diriku.

Beberapa tahun kemudian, keadaanku sudah berubah. Aku sudah bisa melupakannya, aku juga sudah mulai berhenti mengharapkannya, dan aku juga sudah mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang layak.
Dihari itu, tepat pada hari dimana aku libur kerja, aku iseng bermain Pokemon Go. Mengitari salah satu perumahan yang ada di ibukota. Tanpa sengaja aku menabrak seorang wanita.

“aduh!!”, teriak dia kesakitan.

“maaf mbak, maaf banget saya gak sengaja”, kataku memelas sambil menolongnya.

“iya mas ga apa-apa, lain kali hati-hati ya”, menasihatiku dengan suaranya yang lembut.

“Iya mbak, sekali lagi maaf”, balasku

Kami berdua bertatapan beberapa detik, sampai akhirnya kami sadar, kalau kami saling mengenal.

“Nina?”, aku bertanya heran.

“Randy?”, Nina juga keheranan.

“waah, gimana kabarnya? Kok bisa ada disini?”, tanyaku kepada Nina.

“alhamdulillah baik, kamu gimana? Pasti baik lah ya. Aku sekarang tinggal disini, karena kantorku juga dekat sini. Ya kamu kenapa bisa disini?”, jawab Nina sambil balik bertanya.

“hahaha iya alhamdulillah. Aku jugasekarang  tinggal didaerah sini, kerja juga dekat2 didaerah sini, hari ini kebetulan libur, tadi juga iseng main Pokemon Go. Ngejar-ngejar pokemon sampe sini”.

“ooh gitu, masih aja kamu kaya dulu, suka yang aneh-aneh. Pokemon kok dikejar, jodoh tu kejar hahaha. Yuk kerumah, orang tua juga disini sekarang”

“hahaha capek ngejar jodoh, ngejar pokemon aja yg lebih pasti. Oh iya? Yauda yuk”

Kami berjalan bersama menuju rumahnya. Dari situ, harapanku yang dulu mulai tumbuh kembali. Tapi, tetap saja aku merasa ragu dengan kemungkinan, jika dia mungkin saja sudah menjadi milik orang. Setibanya dirumah, aku langsung bertemu kedua orangtuanya, bercengkraman dengan mereka. Hingga akhirnya, aku punya kesempatan untuk berbicara hanya kepada Nina. Bukan sebagai orang yang penuh harap untuk mendapatkan cintanya, tapi hanya sebatas teman biasa.

“si Putra gimana Na?”, aku menanyakan hubungannya dengan pacarnya.

“kami uda lama gak bersama lagi. Seperti yang uda-uda, aku tersakiti oleh alasan yang sama”, jawab Nina sedikit sedih.

“loh..kok bisa? Padahal aku aja yakin dia itu orangnya tulus sama kamu”

“ceritanya panjang. Aku juga dulunya yakin seperti itu, tapi ya nyatanya ginilah. Kaulah, pasti uda punya orang yang mau kau nikahi”

Aku terdiam saat itu, aku merasa canggung saat itu, tapi rasa sayang dan cintaku lebih besar dari rasa canggung yang menghadang.

“iya, aku uda punya seorang yang kusimpan didalam hati dari dulu,  yang akan kunikahi dari dulu.. Nina, mau gak kau menikah denganku?”, aku bertanya kepada Nina penuh dengan harap.

Nina terdiam agak lama, dan tiba-tiba tanpa sadar airmatanya mengalir dipipinya..

“mengapa kau pertahankan cintamu dari dulu? Begitu berharganya kah diriku ini untukmu? Aku gadis biasa, yang gak ada istimewanya. Aku juga pernah mengecewakan cintamu dulu, tapi kenapa kau masih mau?”, Nina bertanya kepadaku dengan perasaan ragu.

Aku mendekatinya, merangkul bahunya mencoba untuk meyakinkannya.

“aku ga tau kenapa aku bisa begitu bodoh, hingga kebodohanku membuatku tak menyadari bahwa aku ternyata masih mencintaimu selama ini, kebodohanku menutupi semua kekuranganmu sehingga kau selalu terlihat berharga bagiku. Kebodohanku juga masih tetap membuatku memandang senyum manismu sebagai keistimewaanmu. Kebodohanku juga membuatku melupakan semua kesalahanmu yang dulu. Mungkin aku orang bodoh yang paling cinta akan kebodohannnya. Maukah kau mengasihani aku yang penuh dengan kebodohan ini, dengan cara menerima niat baikku untuk menghalalkanmu?”, sambil mengangkat dagunya dan menghapus air matanya.

Nina memandangku, kemudian mengangguk lemah lembut serta berkata, “iyaa, aku mau”.

Aku begitu senang dengan apa yang aku dengar, aku merasa sangat bersyukur dengan apa yang aku alami saat itu. Aku kemudian menyadari bahwa kesabaran dan keyakinan ialah dua hal yang paling disukai oleh Tuhan, hingga akhirnya Dia memainkan skenarionya dengan membuat seolah-olah semua yang sudah Dia rencanakan merupakan sebuah ketidaksengajaan.

Beberapa bulan kemudian, kami akhirnya menikah. Keinginnanku akhirnya terkabul, yaitu dapat merasakan indahnya rasa kekeluargaan yang tercipta dari menyatunya dua keluarga yang diwakili oleh kami berdua. 
 
Akhirnya hal yang paling aku inginkan, yang selalu aku nantikan, yang selalu aku doakan selama ini, menjadinya kenyataan.
 

Jangan putus asa, hanya karena dianggap sebagai teman. Karena pada akhirnya, hanya akan ada Teman Hidup, bukan Pacar Hidup.. Jodoh pasti bertemu.



No comments:

Post a Comment

komentar apapun yang kamu mau